![]() |
Perkara yang Pertama Kali Dihisab pada Hari Kiamat. |
Amal
seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat.
Sedangkan yang pertama kali diputuskan berkaitan dengan perkara yang terjadi di
antara sesama manusia adalah darah. Shalat adalah hubungan antara manusia
dengan Rabb-nya. Sedangkan darah berkaitan dengan masalah yang terjadi antara sesama
manusia.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menggabungkan dua masalah ini dalam satu
hadits. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُ مَا
يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الصَّلَاةُ، وَأَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي
الدِّمَاءِ
“Perkara yang pertama kali dihisab adalah shalat.
Sedangkan yang diputuskan pertama kali di antara manusia adalah (yang
berkaitan dengan) darah.” (HR. An-Nasa’i no. 3991. Dinilai shahih oleh
Syaikh Al-Albani).
An-Nawawi Asy-Syafi'i rahimahullahu Ta’ala berkata,
“Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Yang
diputuskan pertama kali di antara manusia adalah (yang
berkaitan dengan) darah’ menunjukkan pentingnya masalah darah. Sehingga hal itu
merupakan perkara yang diputuskan pertama kali di antara manusia pada hari
kiamat. Hal ini disebabkan karena agungnya masalah ini dan
besarnya bahayanya.
Hadits ini tidaklah bertentangan dengan hadits terkenal
di dalam As-Sunan, ‘Perkara yang pertama kali dihisab adalah shalat’, karena
hadits yang ke dua ini berkaitan dengan urusan yang terjadi antara seorang
hamba dan Allah Ta’ala. Adapun
hadits ini berkaitan dengan urusan yang terjadi di antara sesama manusia.” (Al-MInhaaj Syarh
Shahih Muslim, 1/167).
Jika hisab telah selesai, setelah itu akan ada penimbangan amal (mizan). Hisab
bertujuan agar seorang hamba mengakui amal baik dan amal buruk yang telah dia kerjakan di dunia serta menghitungnya. Sedangkan mizan bertujuan
untuk menampakkan kadar atau ukurannya, kemudian
memberikan balasan yang setimpal.
***
Disarikan dari kitab Al-Imaan bimaa Ba’dal Maut, karya
Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shadiq An-Najaar, hal. 193-194, cet. Daar An-Nashiihah tahun 1434.
Sumber
: M. Saifudin Hakim – Muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar