![]() |
Ucapan Selamat Tahun Baru Imlek Tidak Terkait Akidah, Bolehkah?? |
Ada yang mengatakan bahwa seorang Muslim boleh mengucapkan selamat hari raya Imlek atau Gong Xi Fa Cai karena tidak berhubungan dengan akidah. Karena Imlek tidak terkait akidah dan Gong Xi Fa Cai artinya: “Selamat dan semoga sejahtera”. Benarkah demikian?
Hari Raya Nairuz dan Mahrajan dilarang walaupun tidak terkait
akidah
Simak hadits berikut! Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu,
ia berkata:
قدم
رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان
اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن
الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر
“Di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang
biasanya di hari itu mereka bersenang-senang. Rasulullah bertanya: ‘Perayaan
apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?’. Warga madinah menjawab: ‘Pada dua
hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan
bersenang-senang’. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu
Idul Adha dan ‘Idul Fithri’ ” (HR. Abu Daud, 1134, dishahihkan Al Albani
dalam Shahih Abi
Daud).
Dua hari raya Jahiliyah itu adalah Nairuz dan Mahrajan. Dan
disebutkan dalam hadits di atas bahwa dua hari raya tersebut adalah hari
senang-senang saja tidak ada kaitannya dengan akidah, namun tetap dilarang oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam. Karena merayakan hari raya selain hari raya kaum
Muslimin adalah bentuk menyerupai non-Muslim. Al Majd Ibnu Taimiyah
(kakek dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) rahimahullah menjelaskan:
الحديث
يفيد حرمة التشبه بهم في أعيادهم لأنه لم يقرهما على العيدين الجاهليين ولا تركهم
يلعبون فيهما على العادة
“hadits ini memberi faidah tentang haramnya tasyabbuh kepada orang
kafir dalam hari raya mereka, karena Nabi tidak mentolerir dirayakannya dua
hari raya Jahiliyyah tersebut, dan tidak membiarkan penduduk Madinah
bermain-main di dua hari raya tersebut pada sudah menjadi tradisi” (Faidhul Qadir, 4/511).
Ibnu Hajar Al Asqalani juga menjelaskan:
وَاسْتُنْبِطَ
مِنْهُ كَرَاهَةُ الْفَرَحِ فِي أَعْيَادِ الْمُشْرِكِينَ وَالتَّشَبُّهِ بِهِمْ
“diambil istinbath (kesimpulan
hukum) dari hadits ini bahwa terlarangnya bersenang-senang di hari raya kaum
Musyrikin dan tasyabbuh (menyerupai) kebiasaan mereka” (Fathul
Baari, 2/442).
Kata Umar, jauhi semua hari
raya orang kafir
Umar bin Khathab radhiallahu’anhu juga mengatakan:
اجْتَنِبُوا
أَعْدَاءَ اللَّهِ فِي عِيدِهِمْ
“Jauhi perayaan hari-hari raya
musuh-musuh Allah” (HR. Bukhari dalam At Tarikh
Al Kabir no. 1804,
dengan sanad hasan).
Beliau tidak mengatakan: “jauhi hari-hari raya musuh Allah yang
terkait akidah” tapi hari raya secara umum yang mencakup semua hari
raya selain hari raya kaum Muslimin, baik terkait akidah ataupun tidak.
Lalu, jika beliau sahabat yang mulia ini radhiallahu’anhu mewasiatkan kita untuk
menjauhinya, apakah malah justru
kita akan ikut serta atau memberi selamat?
Hari raya suatu kaum itu
terkait perkara akidah
Jika dikatakan bahwa hari raya Imlek tidak terkait akidah, maka
itu kurang tepat. Karena sebenarnya setiap hari raya yang dimiliki suatu kaum
itu terkait dengan perkara akidah. Karena perayaan atau id suatu
kaum adalah representasi dan ciri khas kaum tersebut. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
إن
لكل قوم عيدا ، وهذا عيدنا
“Setiap kaum memiliki ‘Id sendiri dan
‘Idul Fithri ini adalah ‘Id kita (kaum muslimin)” (HR. Bukhari no.
952, 3931, Muslim no. 892).
Maka minimalnya, perayaan atau id sangat
terkait dengan akidah al wala wal bara’. Yaitu keyakinan bahwa kaum
Muslimin hendaknya loyal (wala) kepada saja yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan iman yang benar, dan berlepas diri (bara’) dari setiap orang yang
kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan bentuk bara’ah adalah tidak mengikuti mereka dan
menyerupai kebiasaan dan ciri khas mereka.
Jelas sekali perayaan ini sangat jauh dan bertentangan dengan
akidah Islam. Apakah layak seorang Muslim memberi selamat atas perayaan
ini?
Ulama Ijma Terlarangnya
Ucapan Selamat Hari Raya Non-Muslim
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah mengatkan:
وَأَمَّا
التَّهْنِئَةُ بِشَعَائِرِ الْكُفْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ فَحَرَامٌ
بِالِاتِّفَاقِ مِثْلَ أَنْ يُهَنِّئَهُمْ بِأَعْيَادِهِمْ وَصَوْمِهِمْ،
فَيَقُولَ: عِيدٌ مُبَارَكٌ عَلَيْكَ، أَوْ تَهْنَأُ بِهَذَا الْعِيدِ،
وَنَحْوَهُ، فَهَذَا إِنْ سَلِمَ قَائِلُهُ مِنَ الْكُفْرِ فَهُوَ مِنَ
الْمُحَرَّمَاتِ، وَهُوَ بِمَنْزِلَةِ أَنْ يُهَنِّئَهُ بِسُجُودِهِ لِلصَّلِيبِ،
بَلْ ذَلِكَ أَعْظَمُ إِثْمًا عِنْدَ اللَّهِ وَأَشَدُّ مَقْتًا مِنَ
التَّهْنِئَةِ بِشُرْبِ الْخَمْرِ وَقَتْلِ النَّفْسِ وَارْتِكَابِ الْفَرْجِ
الْحَرَامِ وَنَحْوِهِ.
“Adapun memberi ucapan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran
yang merupakan ciri khas orang kafir hukumnya haram secara ijma’
(kata sepakat) para ulama. Semisal memberi ucapan selamat pada hari raya dan
selamat atas puasa dengan mengatakan, ‘Semoga hari
raya ini berkah untuk anda’, atau ucapan: “saya ucapkan selamat
atas hari raya anda ini” atau semisal itu. Andaikan pengucapkan tidak
jatuh pada kekufuran, maka tetap saja ini adalah perkara yang diharamkan.
Ucapan selamat yang demikian itu sama seperti kita mengucapkan selamat atau
sujudnya seseorang kepada salib. Bahkan perbuatan ini lebih besar dosanya di
sisi Allah dan lebih dibenci Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat
kepada orang yang minum khamr, membunuh, berzina, atau ucapan selamat atas
maksiat yang lainnya” (Ahkam Ahlidz Dzimmah,
1/441).
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan, ulama besar Saudi Arabia,
menjelaskan :
“Tidak boleh memberi selamat pada hari raya orang kafir, karena di
dalamnya terdapat banyak hal-hal yang terlarang, diantaranya:
Pertama, ini adalah bentuk wala‘
(loyal) terhadap orang kafir, dan kita dilarang untuk wala’ kepada mereka
berdasarkan banyak dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Diantaranya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah:
51).
Dan diantara bentuk muwalah (loyal)
kepada mereka adalah memberikan ucapan selamat kepada mereka. Karena hal ini
akan membangun rasa cinta kepada mereka dan kepada agama mereka. Sebab orang
yang tidak kita cintai tentu tidak akan kita beri ucapan selamat. Allah Ta’ala berfirman:
لا
تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang
beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al
Mujadalah: 22).
Jika kita dilarang untuk mencintai kerabat kita yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, maka bagaimana lagi dengan selainnya?
Kedua: ucapan selamat merupakan
bentuk ridha terhadap perayaan mereka dan pengakuan akan benarnya perayaan
mereka dan juga dukungan terhadapnya.
Satu saja dari perkara di atas sudah cukup untuk mengatakan
terlarangnya mengucapkan selamat hari raya orang kafir. Maka bagaimana lagi
jika perkara-perkara di atas terkumpul semuanya? ” (Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13680).
Kesimpulan
Terlarang bagi seorang Muslim untuk memberi ucapan selamat Imlek
walaupun diklaim tidak terkait dengan akidah. Karena ucapan selamat
merupakan bentuk wala dan
juga dukungan terhadap perayaan yang batil tersebut. Terlebih lagi jika
ternyata perayaan tersebut sangat terkait dengan akidah yang batil. Sikap
seorang Muslim dalam menghadapi orang kafir di hari raya mereka adalah dengan
bersikap biasa saja, menganggap hari tersebut sebagaimana hari-hari biasanya.
Tidak boleh pula mengganggu dan menzalimi mereka tanpa hak. Kedepankan akhlak
mulia dan muamalah yang baik, tunjukkan keindahan Islam, dengan demikian bisa
menjadi sebab mereka untuk mendapatkan hidayah Islam.
Semoga Allah memberi taufiq.
Sumber : Yulian Purnama - Muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar