Mengungkap Mitos Romeo-Juliet di Tanjung Marthafons, Maluku |
Sejarawan Simon Maelissa meluruskan kisah
Tanjung Marthafons. Kisah ini populer di tengah masyarakat Maluku sebagai
legenda percintaan hingga cerita bunuh diri kapten kapal Portugis dan gadis
desa Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon.
"Cerita tentang Tanjung Marthafons ini
telah diubah ke dalam banyak versi, mulai dari cerita cinta, hingga menjadi
legenda di tengah masyarakat kita," kata Simon Maelissa dalam kegiatan
Jelajah Pusaka Bahari Teluk Ambon yang digelar oleh Balai Arkeologi Maluku,
Sabtu (18/2).
Tanjung yang berada tak jauh dari ujung
dermaga penyebrangan Desa Galala-Poka itu, kata dia, memiliki nilai historis
dalam catatan sejarah ekspansi monopoli jalur rempah-rempah bangsa Portugis di
Maluku, khususnya Kota Ambon yang menjadi salah satu pelabuhan utama
perdagangan bagi mereka.
Menurut Maelissa, tak seperti cerita yang
marak beredar di tengah masyarakat, penamaan dermaga yang dibangun oleh
Portugis itu tidak ada sangkut pautnya dengan kisah percintaan antara tokoh
yang dianggap fiktif Kapten Alfonso dan Martha, gadis penjual sagu dari Desa
Rumahtiga.
"Cerita-cerita itu tidak ada kaitannya
sama sekali. Penamaan tanjung Martafons diambil dari nama Laksamana Martin de
Alfons, pemimpin kapal-kapal Portugis yang mengangkut rempah-rempah dari
berbagai wilayah di Maluku dan Maluku Utara," katanya.
Entah dari mana asalnya, mantan dosen sejarah
di Universitas Pattimura (Unpatti) itu mengaku tak tahu-menahu dengan pasti
kapan dan bagaimana kisah sejarah penamaan Tanjung Marthafons bisa berganti dan
populer di tengah masyarakat. Dalam cerita yang beredar di masyarakat,
Marthafons diambil dari nama Alfonso dan Martha yang saling jatuh cinta.
Ibarat kisah Romeo dan Juliet, romansa mereka
terhalang oleh tugas sang marinir dan larangan orang tua si gadis, sehingga
mereka memilih untuk mengakhiri hidup dengan terjun di tanjung Marthafons.
Versi lainnya menyebutkan, kisah kedua tokoh fiktif ini tidak sampai berujung
pada kematian tapi berakhir bahagia, karenanya nama tanjung dinamai dengan nama
mereka sebagai simbol kisah cinta abadi.
Kepopuleran kisah ini bahkan dimuat dalam
situs resmi Pemerintah Kota Ambon. Ceritanya juga pernah digarap menjadi
pertunjukan drama musikal "Kisah Cinta Tanjung Marthafons" oleh
Lawamena, sanggar lokal dalam Festival Nasional Teater Tradisional di Jakarta
pada Juni 2014.
"Tidak tahu dari mana cerita itu berasal
dan berkembang sedemikian rupa, tapi cerita ini sangat populer di tengah
masyarakat," kata Simon.
Jelajah Pusaka Bahari merupakan bagian dari
rangkaian kegiatan Temu Jurnalistik Arkeologi yang digelar oleh Balai Arkeologi
pada 17-18 Februari.
Dalam kegiatan pelayaran sejarah mengelilingi
Teluk Ambon menggunakan KMP Lelemuku itu, Sejarawan Simon Maelissa dan Guru
Besar Sejarah dari Unpatti Prof. John A. Pattykaihatu dihadirkan sebagai
narasumber.
Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/17/02/19/olm1at361-mengungkap-mitos-romeojuliet-di-tanjung-marthafons-maluku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar