Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan Indonesia menghadapi kompetisi dan ancaman global, dimana dalam kompetisi itu tidak ada kata lain kecuali menjadi pemenang dan bukan pecundang.
Berbicara dalam Workshop Pengawasan Inpektorat Jenderal Kementerian Agama Tahun 2017 di Jakarta, Rabu (31/5) kemarin, ia menekankan bahwa untuk menjadi bangsa pemenang, ada sejumlah tantangan dan peluang yang harus dihadapi. Dimana energi yang dipakai saat ini akan habis, produksi minyak menurun, dan teori selanjutnya gaya hidup akan berubah juga
“Perubahan juga terjadi dalam konteks bisnis, saya ilustrasikan, perusahaan taxi online, tapi perusahaan tersebut tidak memiliki armada taxi atau sepeda motor, juga bisnis berbasis online lainnya, kekuatan ekonomi bukan pada besarnya negara tapi siapa cepat negara tersebut memiliki inovasi,” katanya.
Dikatakan Panglima, konflik negara di seluruh dunia saat ini sejatinya dilatarbelakangi oleh perebutan energi seperti Arab Spring. Ke depan, konflik serupa akan terjadi dan bergeser ke daerah ekuator, yang tadinya berlatar belakang energi, berubah karena alasan pangan.
“Inilah kompetisi global, orang yang tinggal di luar negara-negara ekouator akan terjadi krisis pangan, energi, dan air, dan di negeri ekuator termasuk Indonesia memiliki segalanya,” jelasnya.
Panglima juga mengingatkan, sebagai pembina umat (ASN Kemenag) Pancasila juga tidak luput juga akan digoyang. Bila Pancasila hilang, tidak ada keadilan, padahal dalam Pancasila hak dijunjung tinggi.
Ditekankan perspektif ancaman terhadap NKRI, yakni ancaman migrasi dan ancaman narkoba. Saat ini ada hampir 5 juta atau 2 persen penduduk kita terkena narkoba.
“Kita ini sudah berada dalam darurat narkoba,” ujar Panglima.
Ancaman lain yaitu terorisme dan radikalisme berikut penjajahan media sosial. Fenomena penjajahan media sosial Panglima mengaku prihatin, ia menilai yang dijajah tidak merasa dijajah, bahkan rela mengeluarkan uang untuk penjajah, dan penjajahan tersebut sampai ke rumah, bahkan menokohkan penjajah sebagai pahlawan.
LIHAT INI :
Dikatakannya, dalam Pancasila, cara beragama di Indonesia sudah ditetapkan dalam Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, cara berinteaksi di Indonesia dengan memperlakukan manusia Indonesia dengan adil dan beradab.
“Sebagai Muslim, kita harus yakin bahwa agama saya adalah paling benar. Untuk yang lain, lakum diinukum waliyadin (untukmu agamamu, untukku agamaku), semua agama mengajarkan perdamaian dan kebaikan. Jangan jadikan negeri ini ajang konflik agama,” kata dia.
Diakhir paparannya, Panglima mengatakan bahwa, TNI tidak sangggup melawan musuh dan mempertahankan keutuhan NKRI tanpa dukungan tokoh agama.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan di tengah tantangan kompleks, ekspektasi publik semakin besar kepada Kemenag karena mengemban amanah mengelola hal ihwal agama.
Dia ingin membangun optimisme di semua kalangan bahwa mayoritas bangsa Indonesia masih mempunyai komitmen terhadap Pancasila, NKRI, Bineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Ketahanan bangsa Indonesia saat ini tak terlepas dari warisan yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut. Warisan-warisan tersebut dicetuskan dari budaya dan identitas lokal Indonesia sebagai bangsa religius dan agamis. Dengan demikian hasil rumusannya kental dan berpijak pada nilai-nilai agama yang luhur. Betapapun Pancasila adalah pengejewantahan dan wujud manifestasi dari nilai agama itu.
“Inilah yang menjadi kewajiban kita wariskan warisan ini ke generasi penerus. Indonesia yang religius damai dan rukun harus jadi perhatian kita,” kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, disaksikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Panglima TNI menuliskan ungkapan (quote) di atas kanvas komitmen meneguhkan Pancasila. Seluruh peserta workshop juga membaca deklarasi kesetiaan terhadap NKRI dan merawat bersama Pancasila dan kebinekaan.
http://www.muslimbersatu.net/2017/06/panglima-tni-sebagai-muslim-kita-harus.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar